Hakikat Hukum dengan Pendekatan Filsafat

Inilah tokoh filsuf pada zaman Yunani yang telah menelaah hakikat hukum dengan pendekatan filsafat.

ANAXIMANDER (610 – 547 SM), Ia berpendapat bahwa manusia sebagai bagian dari semesta alam. Adanya keharusan alam (nomos=Hukum) menyebabkan diperlukannya keteraturan dan keadilan, sehingga keteraturan hidup manusia harus disesuaikan dengan keharusan alam itu sendiri.

Oleh filsuf HERAKLEITOS keharusan yang alamiah (Nomos) bukanlah tidak objektif sebab juga berasal dari pengertian yang telah dirasionalisasikan dengan akal budi manusia.

Akhirnya oleh filsuf PARMENIDES menjustifikasi bahwa rasio akal budi manusia lah yang sesungguhnya bisa membimbing keharusan alam menjadi keteraturan yang berakhir tetap.

Kemudian filsuf SOCRATES (469 399 SM) yang dikenal pemikirannya membahas kebenaran dengan dua macam hal yakni :

“apa gunanya?” Dan “apa tujuannya?”.

Hal ini sesungguhnya bisa dijawab oleh manusia karena manusia memiliki roh ilahi ( Daimonion ) yang merupakan sumber pengetahuan.

SOCRATES memandang hukum berasal dari pengetahuan penguasa, sehingga keutamaan manusia menjadi taat kepada penguasa harus didasarkan atas pengetahuan ( Theoria ) yang baik dan yang benar timbul, sehingga setiap manusia dapat mencapai apa yang disebut keteraturan.

Melanjutkan pemikiran socrates tersebut bahwa penguasa memiliki teori, maka PLATO (429-347 SM) muridnya, menemukan pemikiran bahwa di samping dunia fenomem yang kelihatan terdapat dunia lain yang tidak kelihatan yakni eidos namun melalui adanya pengetahuan maka eidos dapat diberikan pengertian pengertian. Ide yang disampaikan Plato ini meletakan bahwa tujuan suatu negara adalah harapan untuk menjadi teratur secara adil.

Sebab menurut PLATO, jiwa manusia terdiri dari tiga bagian yakni pikiran (logistikon), bagian perasaan dan nafsu (epithumetikon), dan bagian rasa baik dan jahat (thumoeides).

Karena manusialah yang membentuk negara maka hukum negara seharusnya memiliki jiwa manusia tersebut. Pemikiran Plato inilah yang akhirnya menyimpulkan (menganjurkan) agar pembentukan kitab undang-undang selalu harus didahului dengan suatu mukadimah atau dasar filosofis tentang motif dan tujuan mentaati undang-undang tersebut.

Pemikiran Plato pun dilanjutkan oleh Filsuf ARISTOTELES muridnya (348- 322 SM). ARISTOTELES menerangkan aturan semesta alam dengan menggunakna prinsip material, prinsip formal, prinsip efisien dan prinsip final yang merupakan perluasan dari pemikiran tentang prinsip intern menjadi prinsip ekstern bahwa penyebab aturan semesta alam itu ada karena memiliki tujuan.

ARISTOTELES mengatakan aturan semesta alam bukan hanya berhubungan dengan bentuk atau hakekat yang dimiliki segala makhluk tetapi semesta alam tetap memiliki tujuan (prinsip tujuan akhir Budi ilahi).

Budi ilahi (tujuan) inilah yang sesungguhnya menggerakan manusia menjadi teratur untuk berhubungan dengan materi maupun rohani.

Ketika kumpulan manusia itu telah menjadi suatu negara maka sewajarnya keutamaan yang tertinggi dari manusia adalah ketaatan pada pengaturan tersebut sebagai konsekuensi pengaturan semesta alam.

Filsafat ARISTOTELES tentang hakikat hukum dapat dicirikan dengan narasi sebagai berikut:

  1. Bahwa keadilan menentukan bagaimana hubungan yang baik antar manusia,
  2. keadilan menciptakan keseimbangan antara dua pihak,
  3. Ukuran kesamaan menjadi cara menentukan titik keseimbangan keadilan.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *