“Amicus curiae” atau “Friends of the Court” merupakan konsep hukum yang berasal dari tradisi hukum Romawi, yang kemudian berkembang dan dipraktikkan dalam tradisi common law. Melalui mekanisme Amicus curiae ini, pengadilan diberikan izin untuk mengundang pihak ketiga, guna menyediakan informasi atau fakta-fakta hukum berkaitan dengan isu-isu yang belum familiar.
Amicus curiae yang dalam bahasa Inggris disebut “friends of the court”, diartikan “A person who is not a party to a lawsuit but who petitions the court or is requested by the court to file a brief in the action because that person has a strong interest in the subject matter”. Karena itu dalam Amicus Curiae ini, pihak yang merasa berkepentingan dan menaruh perhatian terhadap suatu perkara memberikan pendapatnya kepada pengadilan;
Dengan demikian, amicus curiae disampaikan oleh seseorang yang tertarik dalam mempengaruhi hasil dari aksi, tetapi bukan merupakan pihak yang terlibat dalam suatu sengketa; atau dapat juga seorang penasihat yang diminta oleh pengadilan untuk beberapa masalah hukum.
Sebab seseorang dimaksud memiliki kapasitas yang mumpuni untuk masalah hukum yang sedang diperkarakan di pengadilan, dan orang tersebut bukan merupakan pihak dalam kasus bersangkutan. Artinya seseorang tersebut tidak memiliki keinginan untuk mempengaruhi hasil perkara yang melibatkan masyarakat luas;
Dalam tradisi common law, mekanisme amicus curiae pertama kalinya diperkenalkan pada abad ke- 14. Selanjutnya pada abad ke-17 dan 18, partisipasi dalam amicus curiae secara luas tercatat dalam All England Report. Dari laporan ini diketahui beberapa gambaran berkaitan dengan amicus curiae:
Fungsi utama amicus curiae adalah untuk mengklarifikasi isu-isu faktual, menjelaskan isu-isu hukum dan mewakili kelompok-kelompok tertentu;
Amicus curiae, berkaitan dengan fakta-fakta dan isu-isu hukum, tidak harus dibuat oleh seorang pengacara (lawyer);Amicus curiae, tidak berhubungan penggugat atau tergugat, namun memiliki kepentingan dalam suatu kasus.
Dalam praktik di peradilan Indonesia, amicus curiae telah banyak diajukan ke Pengadilan Indonesia, dan sebagian diantaranya telah dijadikan dari pertimbangan majelis hakim, termasuk dan tidak terbatas pada perkara-perkara yang menyita perhatian publik, seperti Kasus Bharada E, Prita Mulyasari, Sorbatua Siallagan dan lain-lain.
Praktik ini bersesuaian dengan norma dan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, terdapat frasa yang menyatakan ” Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat”;
Saat ini Amicus Curiae mulai digunakan dalam kasus-kasus di Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung, beberapa Amicus yang pernah diajukan oleh berbagai lembaga dan diterima oleh pengadilan, antara lain:
Amicus Curiae yang diajukan kelompok pegiat kemerdekaan pers kepada Mahkamah Agung terkait dengan peninjauan kembali kasus majalah Time versus Soeharto;
Amicus Curiae dalam perkara Prita Mulyasari dalam No Perkara: 1269/PID.B/2009/PN.TNG, diajukan oleh: ELSAM, ICJR, IMDLN, PBHI dan YLBHI, Oktober 2009;Amicus Curiae dalam kasus “Upi Asmaradana” di Pengadilan Negeri Makassar dimana amicus curiae diajukan sebagai tambahan informasi untuk majelis hakim yang memeriksa perkara. Amicus Curiae (Komentar Tertulis) diajukan oleh ICJR diajukan pada April 2010;
Amicus Curiae Dalam Kasus Yusniar Pada Nomor Register Perkara: PDM856/Mks/Euh.2/10/2016 Di Pengadilan Negeri Makassar, diajukan oleh ICJR pada Februari 2017;Amicus Curiae dalam kasus Baiq Nuril dengan nomor register perkara 265/Pid.Sus/2017/PN Mtr di Pengadilan Negeri Mataram, Korban Pelecehan seksual yang menjadi tersangka Pasal 27 ayat (1) UU ITE diajukan oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), pada Juli 2017, yang kemudian Hakim memutus bebas Baiq Nuril dengan juga mempertimbangkan amicus ini;
Amicus Curiae Dalam Kasus WA Pada Nomor Register Perkara: 6/PID.SUSAnak/2018/JMB Di Pengadilan Tinggi Jambi, diajukan oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Agustus tahun 2018, yang kemudian Hakim memutus lepas WA dengan mempertimbangan amicus yang disampaikan ICJR;
Amicus Curiae untuk Pengadilan Negeri Surabaya Pada Perkara Nomor 658/Pid.Sus/2021/PN.Sby atas nama terdakwa Stella Monica Hendrawan (SM) “diajukan oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) November 2021, yang kemudian Hakim memutus bebas SM;Amicus Curiae untuk Mahkamah Agung pada register Perkara No. 34 P/ HUM/ 2022 Permohonan Uji Materiil (Judicial Review) yang diajukan LKAAM terhadap Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 yang diajukan oleh amici a quo yang mana Mahkamah Agung menolak gugatan tersebut;
Amicus Curiae Perkara Kasasi Nomor: 4398 K/PID.SUS-LH/2025 Atas Nama Terdakwa Sorbatua Siallagan yang Didakwa Melakukan Pembakaran Eucalyptus PT. Toba Pulp Lestari dan Mengerjakan, Menggunakan, Atau Menduduki Kawasan Hutan di Areal Konsesi PT. Toba Pulp Lestari.
Selain beragam Amicus Curiae di Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung, Amicus Curiae juga dipraktikkan dalam berbagai perkara di Mahkamah Konstitusi. Dalam perkara-perkara di Mahkamah Konstitusi, posisi Amicus Curiae dinyatakan sebagai bukti/keterangan yang bersifat Ad Informandum;
Amicus Curiae bukanlah suatu bentuk intervensi terhadap kebebasan Hakim dalam memutus suatu perkara. Sebaliknya, Amicus Curiae justru membantu Majelis Hakim dalam memeriksa, mempertimbangkan, dan memutus perkara;
Leave a Reply